Wednesday, July 11, 2007

Al Hikam ayat 1 - 9

TERJEMAHAN AL-HIKAM

1. “Setengah dari tanda bahwa seorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat kurnia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa”.

Dhohirnya syari’at menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikat syari’ah melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada kurnia rahmat Allah.

Firman Allah : “Katakanlah Hanya karena merasakan kurnia rahmat Allah-lah kamu boleh bergembira, dan itulah yang lebih baik (berguna) bagi mereka daripada apa yang dapat mereka kumpulkan sendiri” (Yunus 59).

Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada kurnia rahmat Allah yang memberi taufiq, hidayat kepadanya yang akhirnya pasti ia ‘ujub, sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam as.

Sedangkan kita harus bertauladan pada Nabi Sulaiman as. Ketika ia menerima ni’mat kurnia Allah, ketika mendapat istana raja Balqis.

Firman Allah : “Ini semata-mata dari kurnia Tuhanku, untuk menguji padaku, apakah bersyukur (terima kasih) atau kufur (lupa pada Allah). Maka siapa yang syukur, maka syukur itu untuk dirinya. Dan siapa yang kufur, maka Tuhanku dzat yang terkaya lagi pemurah (tidak berhajat sedikitpun dari makhluknya, bahkan makhluk yang berhajat kepadaNya)” (Annaml 40).

2. “Keinginan untuk tajrid (melulu beribadat, tanpa berusaha), padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha (kasab) untuk mendapat kebutuhanmu sehari-hari, maka keinginanmu itu termasuk syahwat hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha kasab, padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang melulu beribadat tanpa kasab, maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat dan tingkat yang tinggi”.

Sebab kewajiban seseorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Lebih-lebih apabila majikan itu Tuhan Allah yang mengetahui benar-benar apa yang menguntungkan baginya dan yang menyusahkannya. Dan tanda bahwa Allah menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha kasab, apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan tertinggalnya sesuatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan kau tidak tamak (rakus) terhadap orang lain.

Dan tanda bahwa Allah telah menundukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha kasab : Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.

3. “Kekerasan semangat/perjuangan itu, tidak dapat menembus tirai takdir, kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi semata-mata dengan takdir Allah”.

Firman Allah : “Dan tiadalah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Allah Tuhan yang mengatur seisi alam” (S Kuwwirot 29).

Firman Allah : “Dan tiada kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Sungguh Allah maha mengetahui lagi bijaksana” (S Al-Insaan 30).

4. “Istirahatkan dirimu/fikiranmu daripada kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin, tidak usah kau sibuk memikirkannya”.

Kuatir kalau apa yang telah dijaminkan itu tidak tiba atau terlambat sebab ragu terhadap jaminan Allah adalah tanda kurangnya iman.

5. “Kerajinanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, disamping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu”.

Firman Allah : “Beberapa banyak binatang yang melata yang tidak sanggup membawa rizqinya (makanan Kebutuhannya), Allah yang menjamin rizqinya, juga terhadap kamu” (S_Al_Ankabuut_60).

Firman Allah : “Perintahkan kepada keluargamu supaya sembahyang, dan sabarlah dalam melaksanakannya, Kami (Allah) tidak menuntutmu supaya mencari rizki, Kami (Allah) yang menjamin rizqimu, dan akibat (kemenangan yang terakhir) bagi orang yang bertaqwa” (S_Thaha_132).

Siapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin, dan mengabaikan apa yang telah dijaminkan kepadanya, maka berarti buta mata hatinya, karena sangat bodohnya.

6. “Janganlah kelambatan masa pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan patah harapan, sebab Allah telah menjamin menerima semua do’a dalam apa yang Ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu dan pada waktu yang ditentukanNya, bukan pada waktu yang engkau tentukan”.

Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas lalu baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya, karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui lagi bijaksana memilihkan untuknya sesuatu, hendaklah rela dan menerima pilihan Tuhan Yang Maha belas kasih dan mengetahui lagi bijaksana itu. Walaupun pada lahirnya pahit dan pedih rasanya, namun itulah yang tebaik baginya, karena itu bila berdo’a, kemudian belum juga tercapai keinginannya, jangan keburu patah harapan.

Firman Allah : “Mungkin kamu membenci sesuatu padahal itulah yang baik bagimu, dan mungkin kamu suka sesuatu padahal bahaya bagimu, dan Allah yang mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqoroh 216).

Firman Allah : “Sungguh telah diterima do’amu berdua (Musa dan Harun as.) yaitu tentang kebinasaan Fir’aun dan tentaranya maka hendaknya kamu berdua tetap istiqomah (sabar dalam melanjutkan perjuangan dan terus berdo’a), dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti, (kekuasaan dan kebijaksanaan Allah)” (S Yunus 89).

Maka terlaksananya kebinasaan Fir’aun yang berarti setelah diterima do’a itu, sesudah 40 tahun.

Rasulullah SAW. Bersabda : “Pasti diterima do’amu itu selama tidak keburu, yaitu berkata : Aku telah berdo’a dan tidak diterima”.

Anas ra. Berkata : “Tiada seorang berdo’a melainkan pasti diterima oleh Allah do’anya atau dihindarkan daripadanya bahaya, atau diampunkan sebagian dosanya, selama ia tidak berdo’a untuk sesuatu yang bedosa, atau untuk memutus hubungan famili”.

Bila kau minta afiyah (do’a) kepada Allah, mintalah menurut apa yang ditentukan oleh Allah untukmu, maka sebaik-baiknya seorang hamba ialah yang menyerah menurut kehendak Tuhannya, dan mempercayai bahwa yang diberi Tuhan itulah yang terbaik baginya meskipun tidak cocok dengan kemauan hawa nafsunya.

7. “Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.

Manusia sebagai hamba tidak mengetahui bilakah Allah akan menurunkan karunia rahmatNya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia menduga (mengira) mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Allah belum memenuhi semua syarat yang dikehendakiNya, maka bila tidak terjadi apa yang telah dikira-kira itu, hendaknya tiada ragu terhadap kebenaran janji Allah.

8. “Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat (mengenal padaNya), maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah kau ketahui bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hadiyah daripadamu, maka dimanakah letak perbandingannya antara hadiyahmu dengan pemberian kurnia Allah Kepadamu”.

Ma’rifat (mengenal) kepada Allah, itu adalah puncak keuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepadaNya, maka tidak usah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.

Diriwayatkan : Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi SAW. Aku telah menurunkan bala’ (ujian) kepada seorang hamba maka ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya : Hambaku bagaimana aku akan melepaskan daripadamu rahmat yang justru bala’ itu mengandung rahmatku.

Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan bala’ itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Allah.

9. “Beraneka warna jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam pula pemberian kurnia Allah yang diberikan kepada hambaNya”.

Karena itu tiap orang salih yang menuju ke suatu maqam (tingkat) harus mengerti dalam ibadat yang mana ia rasakan ni’mat ibadat, maka disitulah akan terbuka baginya, apakah dalam sembahyang atau puasa dan lain-lainnya.

4 comments:

Anonymous said...

peh berat rek....

Mr said...

iki..:)

Anonymous said...

assalamualikum akhi
tahnia atas usaha akhi
alhamdulillah ana juga baru memiliki buku ni,sangat menarik bg jiwa2 salik,tapi ana berpendapat haruslah diiringi oleh perjalanan tarekat,kerana bg ana ilham2 ini adalah datangnya daripada wali2 Allah
bg ana sendiri juga,agak sedikit berat untuk memahami sesetengah ilmu dalam buku ni
juga agak sedikit bahya bg mereka yang cuba memberi penafsira tersendiri
berbahaya jika saudara2 diluar sana,termasuk ana tersalah tafsir dan tersalah faham
dan insyaalah bg saudara2 semuslim ana y berada di seberang indonesia,ana cadagnkan agar pembacaan buku ini harus la berguru,perlunya merujuk kepada guru terlebih dahulu sebelum membuat sebarang penafsiran tersendiri...insyaalah..
(akhwat)M'sia

Unknown said...

assalamu'alaikum ya akhi...,

alkhamdulilah, saya pun baru2 ini mulai membaca buku ini, berat memang, sulit ditafsirkan, saya berusaha mencari guru, dan ternyata sulit juga mencari guru yang memahami isi al hikam ini...,
semoga Allah memudahkan perjalanan para salik....