Friday, October 05, 2007

Al Hikam ayat 10-18

TERJEMAHAN AL-HIKAM

11. “Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetaapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya”.


Tiada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seseorang yang beramal daripada menginginkan kedudukan dan terkenal ditengah-tengah pergaulan masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.

Rasulullah bersabda : “Siapa yang merendah maka Allah akan memulyakannya, dan siapa yang sombong (besar diri), Allah akan menghinanya.

Ibrahim bin Adham ra. Berkata : “ Tidak benar-benar kepada Allah, siapa yang ingin masyhur (terkenal).

Ayyub Assakhtiyaany ra. Berkata : “Demi Allah tiada seseorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya”.

Mu’adz bin Jabal ra. Berkata : “Sesungguhnya sedikitnya riya’ itu, sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah, berarti telah melawan berperang kepada Allah. Dan Allah kasih sayang pada hamba yang taqwa, yang tersembunyi (tidak terkenal), yang bila tidak ada, tidak dicari, bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai pelita hidayat, mereka terhindar dari segala kegelapan kesukaran.

12. “Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa), sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan berfikir (tafakur)”.

Sahl bin Abdullah Attustary ra. Berkata : “Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat wali (yakni disamping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama), yaitu : 1. Lapar, 2. Diam, 3. Menyendiri dan 4. Bangun malam (yakni bertahajud).

13. “Bagaimana akan dapat terang hati seorang yang gambar dunia ini terlukis dalam lensa/cermin hatinya. Atau bagaimana akan pergi menuju Allah, padahal ia masih terikat (terbelenggu) oleh syahwat hawa nafsu. Atau bagaimana akan dapat masuk kehadirat Allah, padahal ia belum bersih (suci) dari kelalaiannya yang disini diumpamakan dengan janabatnya. Atau bagaimana mengharap akan mengerti rahasia yang halus (dalam), padahal ia belum tobat dari kekeliruan-kekeliruannya”.

Berkumpulnya dua hal yang berlawanan dalam satu tempat dan masa, mustahil (tidak mungkin), sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian pula nur (cahaya) iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih berharap/menyandar kepada sesuatu selain Allah. Demikian pula berjalan menuju kepada Allah harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya sampai kepada Allah.

Firman Allah : “Bertaqwalah kepada Allah, dan Allah yang akan mengajarkan kepadamu segala hajat kebutuhanmu”.

Rasulullah SAW. Bersabda : “Siapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya pengetahuan apa-apa yang belum ia ketahui”.

14. “Alam itu kesemuanya berupa kegelapan , sedang yang meneranginya hanya tampaknya haq (Allah) padanya maka siapa yang melihat alam kemudian tidak melihat Allah didalamnya, atau padanya atau sebelumnya atau sesudahnya, maka benar-benar ia telah disilaukan teh nur cahaya, dan tertutup baginya surya (nur) ma’rifat teh tebalnya awan benda-benda alam ini”.

Alam semesta yang semulanya tidak ada (adam) memang gelap, sedang yang mendhahirkannya sehingga berupa kenyataan, hanya kekuasaan Allah padanya, karena itu siapa yang melihat sesuatu benda alam ini, kemudian tidak terlihat olehnya kebesaran kekuasaan Allah yang ada pada benda itu, sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan teh cahaya. Bagaikan ia melihat cahaya yang kuat, lalu ia mengira tidak ada bola yang menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan sinar sedang yang hakiki (sebenarnya) terlihat itu semata-mata kekuasaan zat Allah SWT.

15. “Diantara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Allah yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau daripada melihat kepadaNya dengan hijab yang tidak ada wujudnya (yakni bayang-bayangan hijab) disisi Allah”.

Sepakat para arifin, bahwa segala sesuatu selain Allah tidak ada, artinya tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Allah, bagaikan adanya bayangan tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka siapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, disini terhijabnya.

Firma Allah : “Segala sesuatu rusak hancur kecuali zat Allah”.

Rasulullah SAW. Membenarkan perkataan pujangga yang berkata : “Camkanlah, bahwa segala sesuatu selain Allah itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia pasti rusak lenyap”.

16. “Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab oleh sesuatu padahal Allah yang mendhahirkan (menampakkan) segala sesuatu”.

17. “Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Allah) yang tampak dhahir pada segala sesuatu”.

18. “Bagaimana akan mungkin dihijab oelh sesuatu, padahal Dia yang terlihat dalam tiap sesuatu”.

Wednesday, July 11, 2007

Al Hikam ayat 1 - 9

TERJEMAHAN AL-HIKAM

1. “Setengah dari tanda bahwa seorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat kurnia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa”.

Dhohirnya syari’at menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikat syari’ah melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada kurnia rahmat Allah.

Firman Allah : “Katakanlah Hanya karena merasakan kurnia rahmat Allah-lah kamu boleh bergembira, dan itulah yang lebih baik (berguna) bagi mereka daripada apa yang dapat mereka kumpulkan sendiri” (Yunus 59).

Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada kurnia rahmat Allah yang memberi taufiq, hidayat kepadanya yang akhirnya pasti ia ‘ujub, sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam as.

Sedangkan kita harus bertauladan pada Nabi Sulaiman as. Ketika ia menerima ni’mat kurnia Allah, ketika mendapat istana raja Balqis.

Firman Allah : “Ini semata-mata dari kurnia Tuhanku, untuk menguji padaku, apakah bersyukur (terima kasih) atau kufur (lupa pada Allah). Maka siapa yang syukur, maka syukur itu untuk dirinya. Dan siapa yang kufur, maka Tuhanku dzat yang terkaya lagi pemurah (tidak berhajat sedikitpun dari makhluknya, bahkan makhluk yang berhajat kepadaNya)” (Annaml 40).

2. “Keinginan untuk tajrid (melulu beribadat, tanpa berusaha), padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha (kasab) untuk mendapat kebutuhanmu sehari-hari, maka keinginanmu itu termasuk syahwat hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha kasab, padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang melulu beribadat tanpa kasab, maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat dan tingkat yang tinggi”.

Sebab kewajiban seseorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Lebih-lebih apabila majikan itu Tuhan Allah yang mengetahui benar-benar apa yang menguntungkan baginya dan yang menyusahkannya. Dan tanda bahwa Allah menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha kasab, apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan tertinggalnya sesuatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan kau tidak tamak (rakus) terhadap orang lain.

Dan tanda bahwa Allah telah menundukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha kasab : Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.

3. “Kekerasan semangat/perjuangan itu, tidak dapat menembus tirai takdir, kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi semata-mata dengan takdir Allah”.

Firman Allah : “Dan tiadalah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Allah Tuhan yang mengatur seisi alam” (S Kuwwirot 29).

Firman Allah : “Dan tiada kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Sungguh Allah maha mengetahui lagi bijaksana” (S Al-Insaan 30).

4. “Istirahatkan dirimu/fikiranmu daripada kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin, tidak usah kau sibuk memikirkannya”.

Kuatir kalau apa yang telah dijaminkan itu tidak tiba atau terlambat sebab ragu terhadap jaminan Allah adalah tanda kurangnya iman.

5. “Kerajinanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, disamping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu”.

Firman Allah : “Beberapa banyak binatang yang melata yang tidak sanggup membawa rizqinya (makanan Kebutuhannya), Allah yang menjamin rizqinya, juga terhadap kamu” (S_Al_Ankabuut_60).

Firman Allah : “Perintahkan kepada keluargamu supaya sembahyang, dan sabarlah dalam melaksanakannya, Kami (Allah) tidak menuntutmu supaya mencari rizki, Kami (Allah) yang menjamin rizqimu, dan akibat (kemenangan yang terakhir) bagi orang yang bertaqwa” (S_Thaha_132).

Siapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin, dan mengabaikan apa yang telah dijaminkan kepadanya, maka berarti buta mata hatinya, karena sangat bodohnya.

6. “Janganlah kelambatan masa pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan patah harapan, sebab Allah telah menjamin menerima semua do’a dalam apa yang Ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu dan pada waktu yang ditentukanNya, bukan pada waktu yang engkau tentukan”.

Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas lalu baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya, karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui lagi bijaksana memilihkan untuknya sesuatu, hendaklah rela dan menerima pilihan Tuhan Yang Maha belas kasih dan mengetahui lagi bijaksana itu. Walaupun pada lahirnya pahit dan pedih rasanya, namun itulah yang tebaik baginya, karena itu bila berdo’a, kemudian belum juga tercapai keinginannya, jangan keburu patah harapan.

Firman Allah : “Mungkin kamu membenci sesuatu padahal itulah yang baik bagimu, dan mungkin kamu suka sesuatu padahal bahaya bagimu, dan Allah yang mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqoroh 216).

Firman Allah : “Sungguh telah diterima do’amu berdua (Musa dan Harun as.) yaitu tentang kebinasaan Fir’aun dan tentaranya maka hendaknya kamu berdua tetap istiqomah (sabar dalam melanjutkan perjuangan dan terus berdo’a), dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti, (kekuasaan dan kebijaksanaan Allah)” (S Yunus 89).

Maka terlaksananya kebinasaan Fir’aun yang berarti setelah diterima do’a itu, sesudah 40 tahun.

Rasulullah SAW. Bersabda : “Pasti diterima do’amu itu selama tidak keburu, yaitu berkata : Aku telah berdo’a dan tidak diterima”.

Anas ra. Berkata : “Tiada seorang berdo’a melainkan pasti diterima oleh Allah do’anya atau dihindarkan daripadanya bahaya, atau diampunkan sebagian dosanya, selama ia tidak berdo’a untuk sesuatu yang bedosa, atau untuk memutus hubungan famili”.

Bila kau minta afiyah (do’a) kepada Allah, mintalah menurut apa yang ditentukan oleh Allah untukmu, maka sebaik-baiknya seorang hamba ialah yang menyerah menurut kehendak Tuhannya, dan mempercayai bahwa yang diberi Tuhan itulah yang terbaik baginya meskipun tidak cocok dengan kemauan hawa nafsunya.

7. “Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.

Manusia sebagai hamba tidak mengetahui bilakah Allah akan menurunkan karunia rahmatNya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia menduga (mengira) mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Allah belum memenuhi semua syarat yang dikehendakiNya, maka bila tidak terjadi apa yang telah dikira-kira itu, hendaknya tiada ragu terhadap kebenaran janji Allah.

8. “Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat (mengenal padaNya), maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah kau ketahui bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hadiyah daripadamu, maka dimanakah letak perbandingannya antara hadiyahmu dengan pemberian kurnia Allah Kepadamu”.

Ma’rifat (mengenal) kepada Allah, itu adalah puncak keuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepadaNya, maka tidak usah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.

Diriwayatkan : Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi SAW. Aku telah menurunkan bala’ (ujian) kepada seorang hamba maka ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya : Hambaku bagaimana aku akan melepaskan daripadamu rahmat yang justru bala’ itu mengandung rahmatku.

Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan bala’ itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Allah.

9. “Beraneka warna jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam pula pemberian kurnia Allah yang diberikan kepada hambaNya”.

Karena itu tiap orang salih yang menuju ke suatu maqam (tingkat) harus mengerti dalam ibadat yang mana ia rasakan ni’mat ibadat, maka disitulah akan terbuka baginya, apakah dalam sembahyang atau puasa dan lain-lainnya.

Monday, June 25, 2007

Pendahuluan Cuplikan dari Kitab Al-Hikam

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dari dari sekian keindahan isi dari Kitab Al-Hikam, hanya beberapa yang dapat saya tuliskan disini. Diantara tulisan ini mungkin paling berkesan dan mempunyai nilai tersendiri bagi saya, dan mungkin bagi para pembaca yang budiman.

Kata-kata dalam tulisan ini mencuplik dari buku Terjemahan AL-HIKAM Pendekatan Abdi Pada Khaliqnya. Kitab Al-Hikam yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Alhusain bin Atha' Allah Aliskansary adalah satu-satunya kitab yang sangat mantab ajaran tauhidnya sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu laduni dan rahasia quddus.

Adapun Had (definisi) ilmu tasawuf (tauhid) : Aljunaid berkata:
  1. Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara (hubungan dengan Allah tanpa perantara).
  2. Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunnaturrasul dan meniggalkan semua akhlaq yang rendah.
  3. Melepas hawa nafsu menurut sekehendak Allah.
  4. Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.

Abul Hasan Asysysadzili ra. berkata : Perjalanan kami terdiri di atas lima :
  1. Taqwa pada Allah lahir batin dalam pribadi sendiri atau di muka umum.
  2. Mengikuti sunnaturrasul dalam semua kata dan perbuatan.
  3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan atau kebencian mereka (yakni : Tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci).
  4. Rela (ridha) menurut hukum Allah ringan atau berat.
  5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka.
Dan semua ini berpokok pada lima :
  1. Semangat yang tinggi.
  2. Dan berhati-hati dari yang haram atau menjaga kehormatan.
  3. Baik dalam berkhidmat sebagai hamba.
  4. Melaksanakan kewajiban.
  5. Menghargai (menjunjung tinggi) ni'mat.
Sayid Ahmad albadawy ra. berkata : Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnatur-Rasul SAW. :
  1. Benar dan jujur.
  2. Bersih hati.
  3. Menepati janji.
  4. Menanggung tugas dan derita.
  5. Menjaga kewajiban.
Seorang muridnya yang bernama Abdul-Aali bertanya : Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi waliyullah?

Jawabnya : Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 (dua belas) tanda-tandanya :
  1. Benar-benar mengenal Allah (yakni mengerti benar tauhid dan mantap iman keyakinannya kepada Allah).
  2. Menjaga benar-benar perintah Allah.
  3. Berpegang teguh pada sunnaturrasul SAW.
  4. Selalu berwudhu' (yakni bila berhadas segera membaharui wudhu')
  5. Rela menerima hukum qadha' Allah dalam suka dan duka.
  6. Yakin terhadap semua janji Allah.
  7. Putus harapan dari semua apa yang ditangan makhluk (manusia).
  8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang.
  9. Rajin menta'ati perintah Allah.
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah.
  11. Tawadhu', merendah diri terhadap yang lebih tua atau lebih muda.
  12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang sarang syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu.
Kemudian Ahmad Albadawy melanjutkan nasehatnya : Hai Abul Aal berhatihatilah daripada cinta dunia. Sebab itu bibit dari segala dosa, dan dapat merusak amal salih. Sebagaimana sabda Nabi "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" Cinta pada dunia pokok (bibit/sumber) segala dosa / kejahatan. Orang boleh kaya dunia, tetapi Nabi SAW. melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman as. dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh diletakkan dalam hati.

Demikian Pendahuluan Cuplikan dari Kitab Al-Hikam, pesan saya dari buku ini
"Berzikirlah pada Allah dengan hati yang hadir (khusu'), dan berhati-hati daripada lalai, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima bala' ujian sbagaimana kegembiraan ketika menerima ni'mat dan kalahkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat".