Thursday, July 21, 2011

Munajah dan Doa Ibnu Athoillah #part 1

1. Tuhanku, akulah hamba yang fakir (miskin) didalam kekayaanku ini, maka bagaimana tidak akan merasakan dalam kefakiran, (yakni meskipun aku memiliki sesuatu apapun, namun aku tetap tidak berubah bahwa aku selalu miskin butuh berhajat kepadaMu ya Allah, lebih-lebih dalam keadaan yang memang miskin dan fakir).

2. Tuhanku, akulah hamba yang bodoh dalam ilmu pengetahuanku ini, maka bagaimana takkan lebih bodoh lagi dalam hal-hal yang aku masih bodoh tidak mengetahuinya.

3. Tuhanku, sesungguhnya dalam perubahan-perubahan aturanMu, dan cepat tibanya takdirMu, kedua-duanya ini telah menahan para hambaMu yang arif untuk tenang pada pemberian atau patah harapan daripadaMu, karena bala’ ujian. Yakni orang-orang arif tidak merasa tenang, senang jika mendapat pemberian kurnia apa saja dari Allah, sebab mereka yakin bahwa semua itu akan hilang lenyap dan tidak akan kekal, demikian bila menderita bala’ ujian, walau bagaimanapun beratnya mereka tidak patah harapan dari rahmat karunia Allah yang akan menggantikan suasana itu dengan sebaliknya.

4. Tuhanku daripada pasti akan terjadi apa-apa yang layak dengan sifat kerendahan, kekurangan dan kebodohanku, dan dari padaMu ya Allah pasti terbit segala hal yang layak dengan kemulyaan dan kebesaranMu

5. Tuhanku, Engkau telah menyebut diriMu dengan sifat belas kasih terhadap aku sejak sebelum adanya kelemahan (bentuk) ku ini, apakah kini Engkau tolak diriku ini dari kedua sifatMu itu, setelah nyata adanya kelemahan dan kebutuhanku ini.

Saturday, September 20, 2008

Al Hikam ayat 31-40

31. “Jangan menantikan selesai (habis)nya perintang-perintang untuk lebih mendekat kepada Allah, sebab yang demikian itu akan memutuskan engkau dari kewajiban menunaikan hak terhadap apa yang Allah telah mendudukkan engkau di dalamnya. (Sebab yang demikian itu memutuskan kewaspadaanmu terhadap kewajibanmu)”.
Pergunakan kesempatan kesempatan di waktu muda, sehat, kuat dan kaya untuk menghadapi masa tua, sakit, lemah dan miskin.
Ujian itu berupa : sehat, sakit, kelapangan, kesukaran, kaya dan miskin.Ujian itu adalah untuk mengukur sejauh mana syukurnya menerima nikmat dan bagaimana sabarnya menghadapi ujian kesukaran/bala’.
32. “Jangan heran atas terjadinya kesukaran-kesukaran selama engkau masih di dunia ini, sebab ia tidak melahirkan kecuali yang layak atau asli menjadi sifatnya.”

Dunia adalah tempat dimana kerisauan dan duka cita, apabila terdapat kesenangan adalah suatu keuntungan. Dan sesungguhnya sabar menghadapi kerisauan dan duka cita adalah suatu keuntungan yang besar.
Umar bin Khothob ra. berkata pada seorang yang dinasehatinya :”Jika engkau sabar, maka hukum Allah tetap berjalan dan engkau mendapat pahala atas itu, dan apabila engkau tidak sabar tetap berlaku ketentuan Allah sedang engkau berdosa atas itu.”
33. “Tidak akan terhenti (macet) suatu permintaan yang semata-mata engkau minta (engkau sandarkan) kepada karunia (kekuasaan) Tuhanmu, dan tidak mudah tercapai permintaan (pengharapan) yang engkau sandarkan kepada kekuatan dan daya upaya serta kepandaian dirimu sendiri.”
34. “Suatu tanda akan lulusnya seorang pada akhir perjuangannya, jika selalu bertawakal, menyerah kepada Allah sejak mulai perjuangannya.”
Siapa yang menyangka bahwa ia akan dapat sampai kepada Allah, dengan perantara sesuatu selain Allah dan dirinya sendiri, pasti akan putus karenanya.
Dan barang siapa yang menyandarkan diri kepada Allah dan benar-benar bertaqwa, maka ia akan dapat kebahagian-kebahagiaan dari Allah.
35. “Siapa yang terang (makmur) waktunya dengan ta’at dimasa permulaan, pasti akan terang pula dimasa akhirnya (sampainya) dengan cahaya nur ma’rifat.”
36. “Apa yang tersembunyi dalam rahasia ghaib, yaitu berupa nur Ilahi dan ma’rifat, pasti akan tampak bekas (pengaruhnya) pada anggota lahir.”
Bagusnya adab kesopanan lahir, membuktikan adanya adab didalam batin.
37. “Jauh berbeda antara orang yang berdalil : adanya Allah menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berdalil : bahwa adanya alam inilah yang menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalil adanya Allah menunjukkan adanya alam, yaitu orang yang mengenal hak dan menempatkan pada tempatnya, sehingga menetapkan adanya sesuatu dari asal mulanya. Sedang orang yang berdalil adanya alam menunjukkan adanya Allah, karena ia tidak sampai kepada Allah. Maka bilakah Allah itu ghaib sehingga memerlukan dalil untuk mengetahuin.”ya. Dan bilakah Allah itu jauh sehingga adanya alam ini dapat menyampaikan kepadanya.”
Memang asal mula kejadian manusia itu bodoh tidak mengetahui apa-apa, kemudian Allah memberinya alat untuk mengetahui dan mengenal Tuhannya, dengan pendengaran, penglihatan, perasaan dan fikiran, semua alat untuk mengenal Allah itu supaya manusia bersyukur, sebab dengan bersyukur itu manusia menjadi sempurna dan sejahtera hidupnya, yaitu setelah mengenal Tuhan Allah yang menjadikan dan menjamin segala hajat kebutuhannya.
38. “Hendaknya membelanjakan tiap orang kaya menurut kekayaannya, ialah mereka yang telah sampai kepada Allah. Dan orang yang terbatas rizqinya yaitu orang sedang berjalan menuju kepada Allah.”
Orang yang telah sampai kepada Allah, karena mereka telah terlepas dari kurungan melihat kepada sesuatu selain Allah, kealam tauhid maka luaslah pandangan mereka, maka mereka berbuat di alam mereka lebih leluasa, sebaliknya orang yang masih merangkak-rangkak di dalam ilmu dan alamnya yang terbatas, mereka inipun mengeluarkan sekedarnya.
39. “Orang-orang yang salih (menuju kepada Allah) telah mendapat hidayat dengan nur (pelita) ibadat yang merupakan amalan untuk taqarrub (mendekat) kepada Allah, sedang orang-orang yang telah sampai, mereka tertarik oleh nur yang langsung dari Tuhan bukan sebagai hasil ibadat, tetapi semata-mata kurnia rahmat Allah. Maka orang-orang salih menuju ke alam nur, sebab orang yang telah sampai itu telah bersih dari segala sesuatu selain Allah.”
Hakikat tauhid itu bila telah tidak melihat pengaruh-pengaruh sesuatu selain Allah, dan inilah yang bernama haqqul-yaqin, dan melihat, merasa adanya pengaruh dari suatu selain Allah itu hanya permainan belaka, dan itu bersifat penipuan/munafiq.
40. “Usahamu untuk mengetahui ciri-ciri yang masih ada di dalam dirimu, itu lebih baik dari usahamu untuk terbukanya bagi tirai ghaib.”
Jadilah hamba Allah yang selalu ingin mencapai istiqomah, dan jangan menjadi hamba yang menuntut keramat. Istiqomah berarti menunaikan kewajiban, sedang keramat berarti menuntut kedudukan. Sedang karamah atau kedudukan yang diberikan Allah kepada seorang wali itu, sebagai hasil istiqomah.
Istiqomah berarti tetap dalam ubudiya, tidak berubah iman kepada Allah, ke Tuhanan Allah, kekuasaan Allah dan kebijaksanaan Allah, baik dalam sehat atau sakit, senang atau susah, suka atau duka, kaya atau miskin.

Saturday, March 01, 2008

Al Hikam ayat 19-30

19. “Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Ia yang tampak pada tiap segala sesuatu.”

Bagaimana akan dapat dibayangkan, bahwa Allah dapat dihijab oleh sesuatu, padahal yang ada dhahir sebelum adanya sesuatu.

20. “Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia lebih jelas (tampak) dari segala sesuatu.”

21. “Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang Esa (tunggal) yang tidak ada disampingnya sesuatu apapun.”

22. “Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Allah) lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu.”

23. “Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal andaikan tidak ada Allah, niscaya tidak akan ada segala sesuatu.”

Demikian tampak jelas sifat-sifat Allah di dalam (pada) tiap sesuatu di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti kebesaran, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Allah yang tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluk-Nya. Sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal Allah (tidak melihat Allah), maka benar-benar ia telah silau oleh cahaya yang sangat terang, dan telah terhijab dari surya ma’rifat oleh awan tebal yang berupa alam sekitarnya.

24. “Alangkah ajaibnya (sungguh sangat ajaib), bagaimana tampak wujud di dalam adam (tidak ada). Atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, disamping dzat yang bersifat qidam.”

Yakni sesuatu yang hakikatnya tidak ada bagaimana tampak ada wujudnya.
Hakikat Adam (tidak ada) itu gelap, sedangkan wujud itu bagian nur terang. Demikian pula batil dan hak. Batil itu harus rusak hancur. Sedang hak itulah yang harus tetap kuat bertahan.

25. “Tiada meninggalkan sedikitpun dari kebodohan, siapa yang berusaha akan mengadakan sesuatu dalam suatu masa, selain dari apa yang dijadikan oleh Allah di dalam masa itu.”

Sungguh amat bodoh seorang yang akan mengadakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah.
Di dalam lain fasal ada keterangan : Tiada suatu saat yang berjalan melainkan disitu pasti ada takdir Allah yang dilaksanakan.
Tiap hari Allah menentukan urusan. Menciptakan, menghidupkan, mematikan, emulyakan, menghinakan dan sebagainya.
Maka sebaiknya seorang hamba menyerah dengan rela hati kepada hokum ketentuan Allah pada tiap waktu, sebab ia harus percaya kepada rahmat dan kebijaksanaan kekuasaan Allah.

26. “Menunda amal perbuatan (kebaikan) karena menantikan kesempatan yang lebih baik, suatu tanda kebodohan yang mempengaruhi jiwa.”

Kebodohan itu disebabkan oleh:
a. Karena ia mengutamakan duniawi. Padahal Allah berfirman “Tetapi kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan kekal selamanya”
b. Penundaan amal itu kepada masa yang ia sendiri tidak mengetahui ian akan dapat kesempatan itu, atau kemungkinan ia dilanda oleh ajal (mati) yang telah menantikan masanya.
c. Kemungkinan azam, niat dan hasrat itu menjadi lemah dan berubah.

27. “Jangan anda meminta kepada Allah supaya dipindah dari suatu hal kepada yang lain, sebab sekiranya Allah menghendakinya tentu telah memindahmu, tanpa merobah keaadanmu yang lama”.

Dalam hikayat : Ada seorang salih biasa bekerja dan beribadah, lalu ia berkata : “Andaikan aku bisa mendapatkan untuk tiap hari, dua potong roti, niscaya aku tidak susah bekerja dan dapat selalu beribadat. Tiba-tiba ia tertuduh dan karenanya ia harus masuk penjara, dan tiap hari ia menerima dua potong roti, kemudian setelah beberapa lama ia menderita dalam penjara, ia berfikir : Bagaimana sampai terjadi hal yang demikian ini? Tiba-tiba ia teringat dalam perasaannya : Engkau minta dua potong roti, dan tidak minta selamat, maka Kami (Allah) memberi permintaanmu”.
Setelah itu ia minta ampun dan membaca istighfar, maka ketika itu pula pintu penjara terbuka dan dilepaskan dari penjara.
Sebab Allah menjadikan manusia dengan segala hajat kebutuhannya, sehingga tidak usah kuatir atau ragu atau jemu terhadap sesuatu pemberian Allah, meskipun berbentuk penderitaan bala’ pada lahirnya, sebab hakikatnya ni’mat dan keuntungan yang besar bagi siapa yang mengetahui hakikatnya, sebab tidak ada sesuatu yang tidak terbit dari rahmat kurnia dan hikmat Allah ta’ala.

28. “Tiada berkehendak semangat seorang salih (yang berjalan menuju kepada Allah) untuk berhenti ketika terbuka baginya sebagian yang ghaib, melainkan segera diperingatkan oleh suara hakikat. Bukan itu tujuan, dan teruslah berjalan ke depan. Demikian pula tiada tampak baginya keindahan alam, melainkan diperingatkan oleh hakikatnya : Bahwa kami semata-mata sebagai ujian, maka janganlah tertipu hingga kafir”.

Di dalam jalan menuju Allah jangan menoleh kepada yang lain, dan pergunakan selalu dzikir kepada Allah, itu sebagai benteng pertahananmu. Sebab segala sesuatu selain Allah, akan menghambat perjalananmu.
Abul-Hasan (Ali) Asysyadzily ra. Berkata : Jika engaku ingin mendapat apa yang telah dicapai oleh para waliyullah, maka hendaknya engkau mengabaikan semua manusia, kecuali orang-orang yang menunjukkan kepadamu jalan menuju Allah, dengan isyarat (teori) yang tepat atau perbuatan yang tidak menyalahi Kitabullah dan Sunnaturrasul, dan abaikan dunia tetapi jangan mengabaikan sebagian untuk mendapat bagian yang lain, sebaliknya hendaknya engkau menjadi hamba Allah yang diperintah mengabaikan musuh-Nya. Apabila engkau telah melakukan dua sifat itu, yaitu : Mengabaikan manusia dan dunia maka tetaplah tunduk kepada hukum ajaran Allah dengan Istiqomah dan selalu tunduk, Istighfar.

Pengertian keterangan ini : Supaya engkau benar-benar merasa diri sebagai hamba Allah dalam semua yang engkau kerjakan atau engkau tinggalkan, dan menjaga hati perasaan, jangan sampai merasa seolah-olah di dalam alam ini ada kekusaan bagi lain Allah, yakni bersungguh-sungguh dalam menanggapi (memfahami).

“Tiada daya dan tiada kekuatan sama sekali, kecuali dengan bantuan pertolongan Allah”.
Maka apabila masih merasa ada kekuatan diri sendiri berarti belum sempurna mengaku diri hamba Allah. Sebaliknya bila telah benar-benar perasaan La Haula Wala Quwwata illa Billah itu, dan tetap demikian beberapa lama niscaya Allah membukakan pintu rahasia-rahasia yang tidak pernah mendengar dari manusia seisi alam.

29. “Permintaanmu dari Allah mengandung pengertian menuduh Allah, kuatir tidak memberi kepadamu. Dan mintamu kepada Allah supaya mendekatkan dirimu kepadaNya, berarti engkau masih merasa jauh daripadaNya”.

Dan mintamu kepada Allah untuk mencapai kedudukan dunia akherat, membuktikan tiada malumu kepadaNya, dan permintaanmu kepada sesuatu selain dari Allah menunjukkan jauhmu daripadaNya. Permintaan seorang hamba kepada Allah terbagi dalam empat macam, dan kemudian kesemuanya itu tidak tepat bila diteliti lebih jauh dan mendalam.

Permintaan kepada Allah mempunyai pengertian menuduh, sebab sekiranya ia percaya bahwa Allah akan memberi tanpa diminta, maka hendaknya kuatir tidak diberi apa yang dibutuhkannya menurut pendapatnya, atau menyangka Allah melupakannya, dan lebih jahat lagi bila ia merasa berhak, tetapi tak kunjung diberi oleh Allah. Dan permintaanmu untuk taqarrub, menunjukkan bahwa engkau merasa ghaib daripadaNya. Sedang permintaanmu sesuatu dari kepentingan-kepentingan duniawi membuktikan tiada malunya daripadaNya, sebab sekiranya engkau malu dari Allah tentu tidak merasa ada kepentingan bagimu selain medekat kepadaNya. Sedang bila engkau minta dari sesuatu selain Allah, membuktikan jauhmu daripadaNya, sebab sekiranya engkau mengetahui bahwa Allah dekat denganmu tentu engkau takkan minta kepada lainNya. Kecuali permintaan yang semata-mata untuk menurut perintah Allah. Hanya inilah yang tepat dan benar.

30. “Tiada sesuatu nafas terlepas daripadamu, melainkan disitu pula takdir Allah yang berlaku di atasmu”.

Sebab pada tiap nafas hidup manusia pasti terjadi suatu ta’at atau ma’siyat, nikmat atau bala’ (ujian). Berarti nafas yang keluar sebagai wadah bagi sesuatu kejadian, karena itu jangan sampai nafas itu terpakai untuk ma’siyat dan perbuatan yang terkutuk oleh Allah.

Friday, October 05, 2007

Al Hikam ayat 10-18

TERJEMAHAN AL-HIKAM

11. “Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetaapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya”.


Tiada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seseorang yang beramal daripada menginginkan kedudukan dan terkenal ditengah-tengah pergaulan masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.

Rasulullah bersabda : “Siapa yang merendah maka Allah akan memulyakannya, dan siapa yang sombong (besar diri), Allah akan menghinanya.

Ibrahim bin Adham ra. Berkata : “ Tidak benar-benar kepada Allah, siapa yang ingin masyhur (terkenal).

Ayyub Assakhtiyaany ra. Berkata : “Demi Allah tiada seseorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya”.

Mu’adz bin Jabal ra. Berkata : “Sesungguhnya sedikitnya riya’ itu, sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah, berarti telah melawan berperang kepada Allah. Dan Allah kasih sayang pada hamba yang taqwa, yang tersembunyi (tidak terkenal), yang bila tidak ada, tidak dicari, bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai pelita hidayat, mereka terhindar dari segala kegelapan kesukaran.

12. “Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa), sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan berfikir (tafakur)”.

Sahl bin Abdullah Attustary ra. Berkata : “Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat wali (yakni disamping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama), yaitu : 1. Lapar, 2. Diam, 3. Menyendiri dan 4. Bangun malam (yakni bertahajud).

13. “Bagaimana akan dapat terang hati seorang yang gambar dunia ini terlukis dalam lensa/cermin hatinya. Atau bagaimana akan pergi menuju Allah, padahal ia masih terikat (terbelenggu) oleh syahwat hawa nafsu. Atau bagaimana akan dapat masuk kehadirat Allah, padahal ia belum bersih (suci) dari kelalaiannya yang disini diumpamakan dengan janabatnya. Atau bagaimana mengharap akan mengerti rahasia yang halus (dalam), padahal ia belum tobat dari kekeliruan-kekeliruannya”.

Berkumpulnya dua hal yang berlawanan dalam satu tempat dan masa, mustahil (tidak mungkin), sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian pula nur (cahaya) iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih berharap/menyandar kepada sesuatu selain Allah. Demikian pula berjalan menuju kepada Allah harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya sampai kepada Allah.

Firman Allah : “Bertaqwalah kepada Allah, dan Allah yang akan mengajarkan kepadamu segala hajat kebutuhanmu”.

Rasulullah SAW. Bersabda : “Siapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya pengetahuan apa-apa yang belum ia ketahui”.

14. “Alam itu kesemuanya berupa kegelapan , sedang yang meneranginya hanya tampaknya haq (Allah) padanya maka siapa yang melihat alam kemudian tidak melihat Allah didalamnya, atau padanya atau sebelumnya atau sesudahnya, maka benar-benar ia telah disilaukan teh nur cahaya, dan tertutup baginya surya (nur) ma’rifat teh tebalnya awan benda-benda alam ini”.

Alam semesta yang semulanya tidak ada (adam) memang gelap, sedang yang mendhahirkannya sehingga berupa kenyataan, hanya kekuasaan Allah padanya, karena itu siapa yang melihat sesuatu benda alam ini, kemudian tidak terlihat olehnya kebesaran kekuasaan Allah yang ada pada benda itu, sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan teh cahaya. Bagaikan ia melihat cahaya yang kuat, lalu ia mengira tidak ada bola yang menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan sinar sedang yang hakiki (sebenarnya) terlihat itu semata-mata kekuasaan zat Allah SWT.

15. “Diantara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Allah yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau daripada melihat kepadaNya dengan hijab yang tidak ada wujudnya (yakni bayang-bayangan hijab) disisi Allah”.

Sepakat para arifin, bahwa segala sesuatu selain Allah tidak ada, artinya tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Allah, bagaikan adanya bayangan tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka siapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, disini terhijabnya.

Firma Allah : “Segala sesuatu rusak hancur kecuali zat Allah”.

Rasulullah SAW. Membenarkan perkataan pujangga yang berkata : “Camkanlah, bahwa segala sesuatu selain Allah itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia pasti rusak lenyap”.

16. “Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab oleh sesuatu padahal Allah yang mendhahirkan (menampakkan) segala sesuatu”.

17. “Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Allah) yang tampak dhahir pada segala sesuatu”.

18. “Bagaimana akan mungkin dihijab oelh sesuatu, padahal Dia yang terlihat dalam tiap sesuatu”.

Wednesday, July 11, 2007

Al Hikam ayat 1 - 9

TERJEMAHAN AL-HIKAM

1. “Setengah dari tanda bahwa seorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat kurnia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa”.

Dhohirnya syari’at menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikat syari’ah melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada kurnia rahmat Allah.

Firman Allah : “Katakanlah Hanya karena merasakan kurnia rahmat Allah-lah kamu boleh bergembira, dan itulah yang lebih baik (berguna) bagi mereka daripada apa yang dapat mereka kumpulkan sendiri” (Yunus 59).

Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada kurnia rahmat Allah yang memberi taufiq, hidayat kepadanya yang akhirnya pasti ia ‘ujub, sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam as.

Sedangkan kita harus bertauladan pada Nabi Sulaiman as. Ketika ia menerima ni’mat kurnia Allah, ketika mendapat istana raja Balqis.

Firman Allah : “Ini semata-mata dari kurnia Tuhanku, untuk menguji padaku, apakah bersyukur (terima kasih) atau kufur (lupa pada Allah). Maka siapa yang syukur, maka syukur itu untuk dirinya. Dan siapa yang kufur, maka Tuhanku dzat yang terkaya lagi pemurah (tidak berhajat sedikitpun dari makhluknya, bahkan makhluk yang berhajat kepadaNya)” (Annaml 40).

2. “Keinginan untuk tajrid (melulu beribadat, tanpa berusaha), padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha (kasab) untuk mendapat kebutuhanmu sehari-hari, maka keinginanmu itu termasuk syahwat hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha kasab, padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang melulu beribadat tanpa kasab, maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat dan tingkat yang tinggi”.

Sebab kewajiban seseorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Lebih-lebih apabila majikan itu Tuhan Allah yang mengetahui benar-benar apa yang menguntungkan baginya dan yang menyusahkannya. Dan tanda bahwa Allah menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha kasab, apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan tertinggalnya sesuatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan kau tidak tamak (rakus) terhadap orang lain.

Dan tanda bahwa Allah telah menundukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha kasab : Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.

3. “Kekerasan semangat/perjuangan itu, tidak dapat menembus tirai takdir, kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi semata-mata dengan takdir Allah”.

Firman Allah : “Dan tiadalah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Allah Tuhan yang mengatur seisi alam” (S Kuwwirot 29).

Firman Allah : “Dan tiada kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Sungguh Allah maha mengetahui lagi bijaksana” (S Al-Insaan 30).

4. “Istirahatkan dirimu/fikiranmu daripada kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin, tidak usah kau sibuk memikirkannya”.

Kuatir kalau apa yang telah dijaminkan itu tidak tiba atau terlambat sebab ragu terhadap jaminan Allah adalah tanda kurangnya iman.

5. “Kerajinanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, disamping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu”.

Firman Allah : “Beberapa banyak binatang yang melata yang tidak sanggup membawa rizqinya (makanan Kebutuhannya), Allah yang menjamin rizqinya, juga terhadap kamu” (S_Al_Ankabuut_60).

Firman Allah : “Perintahkan kepada keluargamu supaya sembahyang, dan sabarlah dalam melaksanakannya, Kami (Allah) tidak menuntutmu supaya mencari rizki, Kami (Allah) yang menjamin rizqimu, dan akibat (kemenangan yang terakhir) bagi orang yang bertaqwa” (S_Thaha_132).

Siapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin, dan mengabaikan apa yang telah dijaminkan kepadanya, maka berarti buta mata hatinya, karena sangat bodohnya.

6. “Janganlah kelambatan masa pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan patah harapan, sebab Allah telah menjamin menerima semua do’a dalam apa yang Ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu dan pada waktu yang ditentukanNya, bukan pada waktu yang engkau tentukan”.

Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas lalu baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya, karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui lagi bijaksana memilihkan untuknya sesuatu, hendaklah rela dan menerima pilihan Tuhan Yang Maha belas kasih dan mengetahui lagi bijaksana itu. Walaupun pada lahirnya pahit dan pedih rasanya, namun itulah yang tebaik baginya, karena itu bila berdo’a, kemudian belum juga tercapai keinginannya, jangan keburu patah harapan.

Firman Allah : “Mungkin kamu membenci sesuatu padahal itulah yang baik bagimu, dan mungkin kamu suka sesuatu padahal bahaya bagimu, dan Allah yang mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqoroh 216).

Firman Allah : “Sungguh telah diterima do’amu berdua (Musa dan Harun as.) yaitu tentang kebinasaan Fir’aun dan tentaranya maka hendaknya kamu berdua tetap istiqomah (sabar dalam melanjutkan perjuangan dan terus berdo’a), dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti, (kekuasaan dan kebijaksanaan Allah)” (S Yunus 89).

Maka terlaksananya kebinasaan Fir’aun yang berarti setelah diterima do’a itu, sesudah 40 tahun.

Rasulullah SAW. Bersabda : “Pasti diterima do’amu itu selama tidak keburu, yaitu berkata : Aku telah berdo’a dan tidak diterima”.

Anas ra. Berkata : “Tiada seorang berdo’a melainkan pasti diterima oleh Allah do’anya atau dihindarkan daripadanya bahaya, atau diampunkan sebagian dosanya, selama ia tidak berdo’a untuk sesuatu yang bedosa, atau untuk memutus hubungan famili”.

Bila kau minta afiyah (do’a) kepada Allah, mintalah menurut apa yang ditentukan oleh Allah untukmu, maka sebaik-baiknya seorang hamba ialah yang menyerah menurut kehendak Tuhannya, dan mempercayai bahwa yang diberi Tuhan itulah yang terbaik baginya meskipun tidak cocok dengan kemauan hawa nafsunya.

7. “Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.

Manusia sebagai hamba tidak mengetahui bilakah Allah akan menurunkan karunia rahmatNya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia menduga (mengira) mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Allah belum memenuhi semua syarat yang dikehendakiNya, maka bila tidak terjadi apa yang telah dikira-kira itu, hendaknya tiada ragu terhadap kebenaran janji Allah.

8. “Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat (mengenal padaNya), maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah kau ketahui bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hadiyah daripadamu, maka dimanakah letak perbandingannya antara hadiyahmu dengan pemberian kurnia Allah Kepadamu”.

Ma’rifat (mengenal) kepada Allah, itu adalah puncak keuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepadaNya, maka tidak usah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.

Diriwayatkan : Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi SAW. Aku telah menurunkan bala’ (ujian) kepada seorang hamba maka ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya : Hambaku bagaimana aku akan melepaskan daripadamu rahmat yang justru bala’ itu mengandung rahmatku.

Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan bala’ itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Allah.

9. “Beraneka warna jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam pula pemberian kurnia Allah yang diberikan kepada hambaNya”.

Karena itu tiap orang salih yang menuju ke suatu maqam (tingkat) harus mengerti dalam ibadat yang mana ia rasakan ni’mat ibadat, maka disitulah akan terbuka baginya, apakah dalam sembahyang atau puasa dan lain-lainnya.

Monday, June 25, 2007

Pendahuluan Cuplikan dari Kitab Al-Hikam

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dari dari sekian keindahan isi dari Kitab Al-Hikam, hanya beberapa yang dapat saya tuliskan disini. Diantara tulisan ini mungkin paling berkesan dan mempunyai nilai tersendiri bagi saya, dan mungkin bagi para pembaca yang budiman.

Kata-kata dalam tulisan ini mencuplik dari buku Terjemahan AL-HIKAM Pendekatan Abdi Pada Khaliqnya. Kitab Al-Hikam yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Alhusain bin Atha' Allah Aliskansary adalah satu-satunya kitab yang sangat mantab ajaran tauhidnya sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu laduni dan rahasia quddus.

Adapun Had (definisi) ilmu tasawuf (tauhid) : Aljunaid berkata:
  1. Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara (hubungan dengan Allah tanpa perantara).
  2. Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunnaturrasul dan meniggalkan semua akhlaq yang rendah.
  3. Melepas hawa nafsu menurut sekehendak Allah.
  4. Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.

Abul Hasan Asysysadzili ra. berkata : Perjalanan kami terdiri di atas lima :
  1. Taqwa pada Allah lahir batin dalam pribadi sendiri atau di muka umum.
  2. Mengikuti sunnaturrasul dalam semua kata dan perbuatan.
  3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan atau kebencian mereka (yakni : Tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci).
  4. Rela (ridha) menurut hukum Allah ringan atau berat.
  5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka.
Dan semua ini berpokok pada lima :
  1. Semangat yang tinggi.
  2. Dan berhati-hati dari yang haram atau menjaga kehormatan.
  3. Baik dalam berkhidmat sebagai hamba.
  4. Melaksanakan kewajiban.
  5. Menghargai (menjunjung tinggi) ni'mat.
Sayid Ahmad albadawy ra. berkata : Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnatur-Rasul SAW. :
  1. Benar dan jujur.
  2. Bersih hati.
  3. Menepati janji.
  4. Menanggung tugas dan derita.
  5. Menjaga kewajiban.
Seorang muridnya yang bernama Abdul-Aali bertanya : Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi waliyullah?

Jawabnya : Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 (dua belas) tanda-tandanya :
  1. Benar-benar mengenal Allah (yakni mengerti benar tauhid dan mantap iman keyakinannya kepada Allah).
  2. Menjaga benar-benar perintah Allah.
  3. Berpegang teguh pada sunnaturrasul SAW.
  4. Selalu berwudhu' (yakni bila berhadas segera membaharui wudhu')
  5. Rela menerima hukum qadha' Allah dalam suka dan duka.
  6. Yakin terhadap semua janji Allah.
  7. Putus harapan dari semua apa yang ditangan makhluk (manusia).
  8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang.
  9. Rajin menta'ati perintah Allah.
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah.
  11. Tawadhu', merendah diri terhadap yang lebih tua atau lebih muda.
  12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang sarang syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu.
Kemudian Ahmad Albadawy melanjutkan nasehatnya : Hai Abul Aal berhatihatilah daripada cinta dunia. Sebab itu bibit dari segala dosa, dan dapat merusak amal salih. Sebagaimana sabda Nabi "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" Cinta pada dunia pokok (bibit/sumber) segala dosa / kejahatan. Orang boleh kaya dunia, tetapi Nabi SAW. melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman as. dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh diletakkan dalam hati.

Demikian Pendahuluan Cuplikan dari Kitab Al-Hikam, pesan saya dari buku ini
"Berzikirlah pada Allah dengan hati yang hadir (khusu'), dan berhati-hati daripada lalai, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima bala' ujian sbagaimana kegembiraan ketika menerima ni'mat dan kalahkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat".

Thursday, April 27, 2006